Mommies, puasa Ramadhan tinggal sebentar lagi, nih! Kira-kira, sudah tahu belum apa syarat wajib puasa dan syarat sahnya.
Sebab, puasa tidak boleh dilakukan sembarangan, harus dilaksanakan sesuai dengan syariat agar puasa kita bisa berkah dan menjadi pahala.
Ngomong-ngomong tentang puasa, puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, tapi menahan diri dari hawa nafsu, perbuatan buruk, dan lain sebagainnya yang bisa membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.
Puasa Ramadhan ini hukumnya wajib, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 183, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah:183)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa puasa Ramadhan hukumnya wajib, yakni bila dilaksanakan mendapatkan pahala. Jika tidak dilaksanakan akan jadi dosa.
Dengan begitu, kita harus melaksanakannya sesuai dengan syariat islam, yakni sesuai dengan syarat wajib dan syarat sah agar puasa kita tidak sia-sia dan tidak menjadi dosa.
Baca Juga: Bulan Puasa Berapa Hari Lagi?
Syarat Wajib Puasa
Dilansir dari Rumah Fiqih Publishing tentang Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan, syarat wajib merupakan hal-hal yang membuat seseorang menjadi harus atau wajib untuk melakukan puasa.
Jadi, jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka puasa tersebut tidak menjadi wajib baginya, bahkan hanya akan menjadi mubah, sunnah, atau haram.
Nah, dalam kitab-kitab fiqih yang mu’tamad, para Ulama mengkaji tentang syarat-syarat yang mewajibkan atau mengharuskan seseorang untuk menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Syarat-syarat tersebut adalah:
Beragama Islam
Syarat wajib puasa yang pertama adalah wajib bagi ia yang memiliki keyakinan dan tunduk terhadap Allah SWT, yakni mereka yang beragama muslim.
Sebab, puasa merupakan bagian dari rukun islam yang ketiga sehingga wajib dilakukan oleh orang muslim.
Bagi mereka yang murtad atau tidak beragama islam, maka puasa yang dijalankan tidak sah dan tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Akan tetapi, meski mereka tidak diwajibkan berpuasa, dosa mereka akan tetap terhitung, sama seperti orang yang meninggalkan puasa wajib.
Baligh
Syarat wajib puasa yang berikutnya adalah bagi mereka yang sudah memasuki usia baligh. Baligh merupakan istilah untuk seseorang yang telah mencapai kedewasaaan.
Status baligh bagi perempuan ditandai dengan terjadinya menstruasi. Sementara bagi laki-laki, ditandai dengan mimpi basah atau mimpi yang disertai dengan keluarnya air mani dari kemaluannya.
Meski demikian, orang tua wajib melatih anaknya untuk berpuasa ketika anak sudah berusia 7 tahun.
Hal ini sama halnya dengan melatih anak untuk shalat. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!”.
Madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membolehkan untuk memberi hukuman berupa pukulan apabila anak sudah berusia sepuluh tahun tapi masih tidak mau berpuasa Ramadhan.
Dan, jika anak-anak mereka berpuasa, maka pahala akan diberikan kepada anak-anak itu.
Meski begitu, secara hukum, anak-anak termasuk ke dalam golongan yang belum mendapat beban (taklif) untuk mengerjakan puasa Ramadhan, seperti yang dijelaskan dalam hadist yang berbunyi:
Dari Ali bin Abi Thalib Ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Telah diangkat pena dari tiga orang : Dari anak kecil hingga baligh, dari orang gila hingga waras, dan dari orang tidur hingga terbangun”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Jadi, seorang anak yang belum baligh tidak berpuasa, maka tidak wajib menggantinya di hari lain. Sebab, puasa itu memang tidak diwajibkan kepadanya.
Berakal
Syarat wajib puasa yang ketiga adalah berakal sehat. Artinya, puasa Ramadhan tidak diwajibkan bagi seorang muslim yang kehilangan akal sehat (gila), mabuk yang disengaja atau tidak, serta hilang kesadaran (pingsan).
Akan tetapi, bagi mereka yang sengaja menghilangkan kesadaran (mabuk) atau pingsan karena disengaja, maka wajib untuk mengganti puasa di kemudian hari setelah bulan puasa Ramadhan selesai.
Sedangkan bagi orang yang tidak berakal sehat karena gila, maka ia tidak harus mengganti puasa yang telah ditinggalkannya ketika ia telah sembuh.
Sehat
Syarat wajib puasa yang berikutnya adalah sehat. Jadi, seorang muslim yang sedang sakit maka tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Ramadhan, namun ia tetap harus menggantinya di lain hari ketika kesehatannya telah pulih.
Hal ini dijelaskan dalam Firman Allah, QS. Al-Baqarah: 185, yang berbunyi:
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain”. (QS. Al-Baqarah:185)
Adapun jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa adalah penyakit yang akan tambah parah apabila berpuasa.
Mampu
Selain dalam keadaan sehat, puasa pun diwajibkan bagi mereka yang masih mampu untuk melaksanakannya. Sementara mereka yang sangat lemah atau sudah jompo, maka mereka tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa.
Seperti yang dijelaskan dalam potongan surat Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ
Artinya: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin..” (QS. Al-Baqarah : 184)
Tidak Dalam Perjalanan
Moms, orang yang dalam perjalanan tidak wajib untuk melakukan puasa, namun tetap wajib untuk menggantinya di lain hari. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 185, tentang syarat wajib puasa, yang berbunyi:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: “Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”. (QS. Al Baqarah: 185)
Namun, para ulama juga berpendapat bahwa tidak semua jenis perjalanan membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. Perjalanan yang membolehkan seseorang tidak puasa ada syaratnya, misalnya dari ukuran jarak yang sangat jauh, atau lain sebagainya.
Suci dari Haid dan Nifas
Kemudian syarat wajib puasa selanjutnya adalah suci dari haid dan nifas. Jadi, bagi perempuan yang sedang haid dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan, jika tetap dikerjakan dengan niat puasa, hukumnya justru menjadi haram.
Hal ini dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha, yang berbunyi:
“Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha shalat”. (HR. Muslim)
Syarat Sah Puasa
Berbeda dari syarat wajib puasa yang apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka seseorang tidak diharuskan atau tidak diwajibkan untuk berpuasa, pada syarat sah puasa justru amalan puasanya tidak sah apabila salah satu syaratnya tidak terpenuhi.
Dengan kalimat lain, syarat sah merupakan syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan menjadi sah dan diterima oleh Allah SWT.
Beragama Islam
Moms, syarat sah puasa yang pertama adalah beragama islam. Namun, selain menjadi syarat sah puasa, beragama islam merupakan syarat sah untuk semua amalan yang dilakukan. Seperti yang difirmankan dalam QS. Al-Ma’idah: 27, yang berbunyi:
قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa”. (QS. Al-Ma’idah:27)
Tamyiz
Moms, dilansir dari Universitas Islam An Nur Lampung, tamyiz artinya cukup umur dan berakal. Selain itu, tamyiz juga bisa dikatakan sebagai usia ketika seseorang bisa membedakan mana yang baik dan buruk.
Jadi, jika si kecil sudah mumayyiz melakukan ibadah dengan memenuhi syarat dan rukunnya, maka ibadahnya adalah sah. Hal ini dijelaskan berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Abbas RA, yang berbunyi:
“Seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil (ke hadapan Nabi SAW), kemudian ia berkata: ‘Apakah anak ini hajinya sah?’ Nabi menjawab: ‘Iya sah, dan engkau mendapatkan pahala’” (HR Muslim no. 1336).
Berakal
Selain menjadi syarat wajib puasa, berakal merupakan salah satu syarat sah untuk berpuasa. Jadi, jika orang yang tidak berakal (gila) melakukan puasa, maka puasa tersebut tidak dianggap sah karena tidak ada niat dari dalam dirinya.
Suci dari Haid dan Nifas
Bukan hanya menjadi syarat wajib puasa, suci dari haid dan nifas merupakan syarat untuk melakukan ibadah yang sah bagi para wanita.
Sebab, perempuan yang sedang haid dan nifas sedang berada dalam kondisi hadas akbar sehingga ibadahnya tidak akan sah.
Niat
Niat merupakan termasuk ke dalam rukun dalam melaksanakan ibadah apapun. Sebab, tanpa niat, sebuah ibadah akan dianggap tidak sah.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya”.
Jadi, ketika hendak melakukan puasa, pastikan niat puasa diikutsertakan agar puasanya khusyu, ditolong Allah dan terhindar dari maksiat.
Rukun Puasa Ramadhan
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa merupakan menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Hal ini berdasarkan firman Allah yang diungkapkan dalam QS. Al-Baqarah: 187, yang berbunyi:
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (QS. Al Baqarah: 187).
Mengucap Niat
Selain itu pada ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa niat merupakan rukun puasa, bukan syarat.
Berikut adalah niat puasa Ramadhan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’ala.
Artinya: “Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”
Namun, jika tidak hafal niat puasa dalam bahasa arab, cukup dengan menggunakan bahasa sendiri namun makna dan tujuannya sama.
Menahan Diri dari Hal-Hal yang Bisa Batalkan Puasa
Selain itu, rukun puasa adalah mampu menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari.
Berikut ini adalah 8 hal yang bisa membatalkan puasa:
- Memasukan sesuatu ke lubagtubuh dengan sengaja, lubang yang dimaksud adalah mulut, telinga, dan hidung.
- Mengalami haid atau nifas
- Hilang akal, misalnya mabuk
- Berhubungan badan
- Muntah dengan sengaja
- Keluar air mani
- Murtad
- Memasukan sesuatu ke dalam qubul dan dubur, misalnya memasukan obat untuk ambeien atau memasang kateter urine.
Itulah informasi tentang syarat wajib puasa dan syarat sahnya. Agar si kecil tetap bugar dalam menjalankan aktivitas meski sedang berpuasa, berikanlah Madu Vitummy setiap sahur dan berbuka puasa. Dengan Madu Vitummy, puasa lancar, tubuh tetap bugar.
Yuk milikin Madu Vitummy sekarang juga!